KESENIAN TRADISIONAL KUDA KEPANG

“PUTRA-PUTRI ROGOJATI”

 

Singkat Tentang Kesenian “Putra-Putri Rogojati”

Nama Kesenian            : Putra-Purri Rogojati

Berdiri                            : Juli 1995

Jumlah Anggota           : 24 Anggota

Alamat                            : Desa Jojogan RW 01 Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang

 

Struktur Organiasi

No Nama Keterangan
1 Tardi Pelindung
2 Suhadi Ketua
3 Muhammad Nasir Wakil Ketua
4 Aris Munandar Sekertaris
5 Sakur Bendahara
6 Sumeri Pembantu Umum
7 Muhtarom Pembantu Umum
8 Kusnandar Perakit Gamelan
9 Tohirin Perakit Gamelan
10 Rohman Perakit Gamelan
11 Sutrisno Perakit Gamelan
12 Dasori Perakit Gamelan
13 Ratmo Perakit Gamelan
14 Dahri Perakit Gamelan
15 Komarudin Penari
16 Mu’min Penari
17 Arianingsih Penari
18 Kusniyatun Penari
19 Lita Al Janatun Penari
20 Khusni Sofiana Penari
21 Abdul Latif Penari
22 Nur Kholik Penari
23 Agus Supriyanto Penari
24 Slamet Prayugo Penari
25 Saimah Sinden

 Sejarah Kesenian Kuda Kepang “Putra-Putri Rogojati”

Kesenian di Desa Jojogan Kecamatan Watukumpul Kabupaten Pemalang bermula pada tahun 1995 tepatnya di bulan juli berdiri sebuah kesenian yang bertakjub budaya yaitu, kesenian wayang kulit dengan nama “Seni Kawawitan Mukti Laras”. Wayang kulit didirikan pertama kali oleh saudara Muhammad Nasir dan Sumeri, Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata ‘Ma Hyang’ yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna ‘bayangan’, hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Selang berjalannya waktu pertujukan dilakukan baik di lokal daerah maupun di luar daerah dirasa peminat keseninan tersebut semakin berkurang karena perkembangan zaman dan mulai bermasukannya budaya luar ke warga disekitar kami. Oleh karena itu kedua pendiri ini bersepakat untuk menambah sebuah keseninan baru dalam prosesi pagelaran wayang ini dengan dipadukan keseninan kuda kepang pada tahun 1997, kesenian tari kuda kepang ini diajarkan oleh saudara Sumeri, dengan formasi 11 pemain gamelan dan 5 orang penari kuda kepang. Pada tahun 1998 pertama kalinya kesenian ini dipakai di luar kecamatan untuk memeriahkan acara hajatan (pesta/syukuran) pribadi masyarakat maupun dari pihak pemerintahan.

Sekitar tahun 2000 keseninan ini melakukan re-generasi (pembaruan) pada bagian penari dengan 4 orang penari yang baru dan lebih muda dari generasi yang dibentuk tahun 1997. Namun re-generasi yang pertama ini mengalami sebuah kendala yang menjadikan re-generasi pertama ini menjadi bubar atau fakum dan berhenti menjadi penari kuda kepang di kesenian ini pada tahun 2004, dan untuk mengisi kekosongan formasi ini digantikan kembali pada penari generasi pertama.

Selang bertambahnya usia penari kuda kepang di kesenian ini dari pihak dalam (intern) organisasi me re-generasi penari kembali tahap kedua dengan digantikan oleh 10 orang penari pada tahun 2009 dengan berganti nama menjadi “Seni Laras Putra Banawati” sampai pada tahun 2015 penari pada generasi ini tersisa hany 3 orang, dikarenakan beberapa masalah pada masing-masing penari. Pada tahun 2015 demi menjaga keutuhan dan pelestarian budaya di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, pihak organisasi me re-generasi penari kembai pada tahap ketiga dengan formasi baru 3 Putra dan 1 Putri, dan 3 penari Putri yang masih aktif dikesenian ini.

Sampai saat ini pada tahun 2017 jumlah penari di kesenian ini berjumlah 7 orang, dirasa nama yang kurang tepat dengan kejadian-kejadian yang sering berkurangnya penari pada kesenian ini diubahlah nama pada menjadi “Kesenian Kuda Kepang Putra Rogojati” dengan makna Rogojati sendiri adalah nama seorang leluhur yang menjadi orang pertama yang membangun (babat) di desa Jojogan, dengan mengganti nama tersebut menjadi tanda terima kasih atau mengenang leluhur yang telah gugur memperjuangkan tanah lahir kami dan dengan nama tersebut menjadi sebuah restu sendiri untuk tetap melestarikan dan memajukan kesenian budaya asli di jawa, dan menjadi poros setiap kesenian kuda kepang yang ada di pulau Jawa.