Tradisi Takiran Desa Jojogan

Mengenal Nuzulul Qur’an untuk sebagian umat muslim di dunia sudahlah tidak asing lagi, malam dimana turunnya ayat-ayat suci Al-Qur’an melalui malaikat Allah SWT kepada penyampainnya Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan keagamaan seperti ini juga sudah ada sejak dulu kami kecil, dan menjadi suatu tradisi yang menjadi suatu kebahagiaan tersendiri dalam memperingati Nuzulul Qur’an, bersama warga masyarakat berbondong-bondong menuju Masjid untuk mendapatkan berkah dalam kegiatan tersebut, kebudayaan yang unik dengan membawa TAKIR (makanan) yang disajikan dalam bungkus kemasan tradisional yang nantinya untuk disantap bersama-sama setelah kegiatan usai.

Kebiasaan yang baik ini digerus oleh derasnya moderinisasi yang dikenal saat ini dengan takjuk Milenial, banyak anak muda generasi penerus desa yang hampir tidak mengenal dengan arti TAKIR, sungguh miris seandainya kebiasaan seperti ini harus tergantikan dan terlupakan dengan era Milenial, hal inilah yang melatar belakangi Pemerintah Desa dalam membangunkan kembali kebiasaan baik yang turun temurun, namun tidak menyampingkan modernisasi, dipadukan dengan baik, selaras agar terlihat epic.

JANGTI-merupakan kemasan yang dibuat berbahan dasar bambu yang dianyam oleh tangan-tangan kreatif masyarakat desa, dengan sedikit sentuhan kreatif menghasilkan karya yang sangat luar biasa, menjadi kemasan pembungkus yang higenis, tidak ada sedikitpun unsur plastik yang terkandung, sehingga mudah untuk terurai.

Selaku jembatan masyarakat terhadap ekonomi lokal Pemerintah Desa mendorong penuh karya-karya yang dihasilkan masyarakat untuk bisa dikenal mendunia dan menjadi pendobrak ekonomi masyarakat desa, memberikan dampak positif serta menjadi promotor untuk pesaingan pasar bebas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *